Pendidikan tinggi merupakan
ladang keuangan dengan maupun tidak diimbangi dengan fasilitas layak yang
diterima pembelajar. Pendidikan tinggi banyak diharapkan menjadi lembaga yang
mencetak individu penerus bangsa, individu yang diharapkan dapat membuat negara
sedikit lebih baik dari sebelumnya meskipun jau dari yang seharusnya.
Menyelesaikan pendidikan
tinggi merupakan sebuah langka yang cukup layak diapresiasi meskipun ribuan
lulusan telah dicapai oleh beribu perguruan tinggi di Indonesia, penulis ingin
mengangkat bagaimana rasanya menjadi mahasiswa yang telah lolos dalam ujian
terakhir skripsi. Perjalanan pasca sidang merupakan sebuah pelajaran yang
lumyan, salah satunya adalah cara mengatasi permaslahan komunikasi dengan para
dosen yang terlibat dalam proses ujian.
Bagaimana bisa seorang
penguji bisa membuat muridnya meraskan adem panas meskipun dia tidak melakukan
kegiatan apapun, membiarkan tanda centang biru selama berhari-hari, hingga mencemooh
mahasiswa yang dianggap nekat melanggar tata kesopanan menghubungi dosen (re.
Menelpon). Alasan yang paling sering didengar oleh mahasiswa adalah “SIBUK” yang
kemudian menjadikan mahasiswa akan menghayal bagaimana kesibukan dosen hingga
menemukan rumusnya sendiri, namun tidak semua dosen memiliki pola. Kesibukan seorang
dosen setelah penulis mencari memang lumayan berat, dengan beban kerja yang segitu
dan kewajiban mentransfer ilmu dengan layak penulis berpendapat tidak masuk
akal.
Seorang profesor di
universitas terkemuka di Indonesia memberikan kritik pedasnya kepada kaum
intelektual di Indonesia, dimana ia menyebutkan jika secara umum para dosen
kini menghamba pada birokrasi sehingga kehilangan daya kritiknya. Selanjutnya ia
mengatakan “Padahal sebagai dosen kami menderita sekali karena harus mengisi
borang-borang yang katanya BKD, Simlitabmas, Sipeg, belum lagi itu kalau kami
mengajar kan mestinya cukup silabus yang dibikin begitu baik, jelas dan detail,
tetapi kalau di sini itu harus bikin BRP", membaca keluhan tersebut
penulispun menjadi lumrah.
Logika yang saya dapat
terkait hal tersebut adalah membiarkan dosen melakukan pekerjaan
sesibuk-sibuknya sehingga melupakan esensi utama dari pembelajaran. Pemikiran dasar
dari bisnis adalah mengutamakan pelanggan jika ingin mendapatkan penjualan yang
meningkat dan terus relevant dengan pasar, yang dilupakan oleh sistem adalah
mahasiswa sebagai pelanggan yang mewakili masyarakat sebagai pelanggan utama. Dari
dasar pemikiran itu saja pendidikan tinggi tidak bisa memenuhi.
Seiring dengan diberlakukannya
pembelajaran via daring, aksi protes dan demonstrasi berubah di ruang maya,
dimana mudah saja bagi pihak yang didemo mengatur gawainya pada mode pesawat
dan menganggap masyarakat baik-baik saja. Cara baru yang diterapkan untuk
melawan demo-demo daring adalah dengan membayar buzzer untuk melawan
argumen-argumen tersebut, sungguh sebuah ironi yang kita hadapi sekarang.
Pihak kampus biasa disebut dinamakan
akademik selalu berpatokan pada lembar evaluasi pendidikan yang diberikan pada
tiap pergantian semester, faktanya penulis selalu memberikan feedback mayoritas
dan tidak pernah terasa perubahannya. Jika ditanya maka akan banyak sekali
alasan yang mencuat, sehingga bagi mahasiswa akan sia-sia menanyakan perihal
kualitas kepada akademik.
Tulisan ini tidak bermakna
kurangnya hormat penulis kepada pihak kampus atau dosen, namun hanyalah sebuah
kritik oleh mahasiswa akhir demi kemajuan kampusnya, serta menyampaikan sikap
masyarakat yang pernah penulis dengar kepada pembaca.
Penulis tidak akan
mengakhiri tulisan ini dengan suasana pesismis, penulias tetap berharap dengan
perkembangan dunia saat ini saya rasa kampus akan semakin baik kedepannya, yang
dapat dilakukan lulusan adalah bekerja dengan upaya terbaik dimanapun itu,
kombinasikan niali-nilai diri dengan keilmuan yang didapatkan, jangan sampai
harapan besar masyarakay runtuh hanya karena sistem yang buruk.
Untuk kampus terus lakukan
dialog dan duduk bersama dengan mahasiswa, percayalah bahwa dengan keterbukaan
pemikiran mereka tidak akan memberikan saran buruk kepada almamaternya. Survey kepuasan
tidak cukup untuk menilai sistem yang rumit di kampus, masyarakat perlu
dilibatkan selayaknya perusahaan tesla yang terus menerima kritikan dari
pengguna produknya. Kampus tidak perlu menciptakan teori rumit untuk
mendapatkan sistem yang baik.
Saya ucapkan banyak terima
kasih kepada kampus saya, semoga semakin baik kedepannya, saya ingin merubah
pemikiran kritis saya untuk sesuatu yang saya anggap baik, bukan malah
menjelekan melalui sosial media. Terima kasih J
0 Comments